Ijtihad Sumber Kajian Islam
Nama : Achmad Tohari
Nim : E91217027
Matkul : Pengantar Studi Islam
Prodi : Aqidah Filsafat Islam
SUMBER KAJIAN ISLAM (IJTIHAD)
Ijtihad
Ijtidad berasal dari kata jahada, yang secara etimologis berarti mencurahkan segala kemampuan berpikir untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau yang ingin dicapainya (badzlu al-juhdi li istinbat al-ahkam min al-nass/mencurahkan segala kemampuan untuk merumuskan sebuah hukum dari teks wahyu).
Dapat juga dipahami bahwa ijtihad adalah upaya untuk merumuskan sebuah hukum suatu permasalahan yang tidak ada teksnya. Dengan demikian ijtihad itu berketerkaitan dengan orang-orang ahli fiqih, yang bertujuan untuk mengungkap hukum syariat yang hasilnya adalah dhanni (fiqih).
Pengetahuan yang dirumuskan dari hasil ijtihad adalah sebuah pendapat dari orang-orang ahli fiqih tersebut. Ada beberapa umat islam yang menolak ijtihad. Mereka menyatakan pentingnya taqlid. Alasanya adalah karena pelik dan musykilnya menarik peraturan-peraturan dari al-Qur’an dan Hadits. Hanya orang-orang istimewa yang mampu melakukan hal itu. Ijtihad hanya dilakukan oleh generasi terbaik. Maka mengikuti pendapat para imam 4 madzhab itu jalan terbaik karena pendapat mereka dibangun di atas al-Qur’an dan Hadits.
Dalam tradisi Sunni muncul mujtahid ternama seperti Abu Hanifah di Kufah, yang dikenal dengan ahl al-ra’yi. Malik bin Anas di Madinah, yang dikenal dengan ahl al Hadits. Imam syafi’I di Baghdad yang dikenal dengan pendiri aliran moderat
(al-idiyulujiyyah al-wasathiyyah), dan konservatisme Malik bin Anas. Ahmad bin Hanbal di Baghdad yang dikenal dengan ahl al-Hadits namun lebih ortodok. Dengan demikian penjelasan di atas bahwa kajian mereka itu melahirkan fiqih. Maka fiqih tidak sama dengan syariah. Syariah adalah wahyu (al-Qur’an dan Sunnah). Syariat iu adalah sebuah aturan yang sudah dibuat oleh Allah melalui AlQur’an dan Hadits Nabi, dan manusia tidak memiliki hak untuk merubah nya. Sedangkan fiqih adalah suatu pemahaman manusia terhadap Syari’at, atau aktivitas keilmuan manusia. Dengan demikian fiqih adalah mengungkap apa yang ada dalam pengertian Syariat, sehingga hasilnya sangat beragam.
Metode dan Syarat Ijtihad
Untuk melakukan Ijtihad diperlukan beberapa syarat agar tidak terjadi ijtihad yang tidak baik atau melenceng dari ajaran agama islam. Diantara nya adalah:
Menguasai bahasa Arab dengan segala aspek nya.
Menguasai ilmu al-Qur’an dan tafsirnya.
Menguasai ilmu Hadits dan pemahaman tentang Hadits.
Menguasai ilmu ushul fiqih sebagai sarana melakukan ijtihad.
Menguasai muwaqif al-ijma (beberapa hasil ijma).
Menguasai ilal al hokum (alasan-alasan dari dirumuskanya sebuah hukum).
Penguasaaan setiap mujtahid terhadap ilmu di atas tidak sama. Oleh karena itu ada beberapa tingkatan kapasitas atau kualitas mujtahid :
Maujtahid al mustaqil, adalah mujtahid yang memiliki kemampuan untuk menggali hukum secara langsung dari sumbernya (al-Qur’an dan Sunnah).
Mujtahid al-muntasib, adalah mujtahid yang merujuk pada metode atau ketentuan dari mujtahid sebelumnya.
Mujtahid fi al-madzhab, adalah mujtahid yang terikat dengan imam mazhab baik dalam urusan furu’iyat maupun ushul.
Mujahid murajih, adalah mujtahid yang membandingkan antara pendapat satu mazhab dengan mazhab lainya untuk diambil salah satu yang menurutnya terbaik.
Jika diamati, maka ditemukan analisa bahwa para fiqih, sebagai individu, tidak berhadapan sendirian dan langsung dengan wahyu, tetapi melalui tradisi (al-‘urf) untuk menuju makna wahyu. Kenyataan itu dapat dilihat dari perbedaan antara Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan lainnya. Imam Abu Hanifah lebih cenderung ke aliran ahl al ra’yi, karena posisinya yang jauh dari Madinah, Sumber Hadits. Imam Malik, lebih konservativ, karena posisi beliau yang di Madinah, dapat meudahkanya memperoleh landasan normatife teks Hadits.
Dalam memahami fiqih, yang perlu dibedakan adalah antar aspek umum?tradisi besar (high taradition) dan aspek khusus/tradisi kecil (little tradition). Problem Masyarakat, maka kajian fiqih juga ikut berkembang. Maka ada proses pembaruan rumusan sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Di dalam ayat-ayat al Qur’an, Islam juga menegaskan bahwa Allah mengnginkan kemudahan bagi umatnya. Maka dengan akal yang dimiliki oleh manusia, Islam memberikan peluang kepada umatnya untuk mengembangkan pemahamannya terhadap ajaran Islam.
Diantara manfaat yang biasa diambil dari kesempatan ini adalah agar ajaran Islam berada dalam daya dan kemampuan manusia, sebab suatu ajaran, termasuk Agama tidak akan berfaedah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang dijanjikan, jika tidak dilaksanakan. Maka untuk membawa kearah itu manusia harus membawanya kedalam dirinya, kedalam lingkaran yang menjadi batas kemampuanya, dan inilah pemahaman.
Mazhab-mazhab merupakan produk atau anak dari zamannya. Kelahiran mazhab-mazhab dapat dipisahkan dari determin-determin historis yang mengitarinya. Mazhab tidak lepas dari budaya Arab dan wilayah yang ditaklukannaya karena salah satu hasil akulturasi dinamis-kreatif antar berbagai factor, baik factor internal maupun eksternal, sehingga memiliki keunikan tersendiri (kearifan lokal).