Saturday, December 9, 2017

Makalah kedudukan Hadits

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Quran diturunkan di bumi bertujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam Al-Quran telah dicakup semua aspek kehidupan, namun berwujud teks yang bersifat global. Sehingga dibutuhkan penjelas sekaligus penyempurna akan eksistensinya. Maka dari itu, diutuslah seorang nabi yang ditunjuk untuk menyampaikan risalah. Dari sang nabi inilah lahir yang namanya hadits yang kedudukan dan fungsinya amat sangat penting bagi kehidupan manusia.
Terkadang, banyak orang yang setengah-setengah dalam memahami agama Islam yanghanya berpegang teguh pada Al-Quran dan mengesampingkan hadits. Sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat dan menyesatkan orang lain. Oleh karena itu, peranan hadits sangat penting dalam melahirkan hukum syariat Islam. Sehingga seluruh umat Islam dapat menerima ajaran Islam secara utuh dan mempunyai akidah yang benar, serta dapat dipertanggung jawabkan semua praktik peribadatannya kelak.
Rumusan Masalah
Apa definisi hadits?
Bagaimana kedudukan dan kehujjahan hadits?
Bagaimana fungsi hadits terhadap Al-Quran?
Tujuan
Untuk mengetahui definisi hadits
Untuk mengetahui kedudukan dan kehujjahan hadits
Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap Al-Quran

BAB II
PEMBAHASAN
Definisi hadits
Menurut etimologi, hadits berarti baru (jadiid), dekat (belum lama terjadi), berita, kabar, dan riwayat singkat. Menurut terminologi, hadits adalah suatu yang dikaitkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, ketetapan, dan segala yang menjadi cita-citanya, baik yang berkenaan dengan hukum syar’i ataupun tidak. Menurut ahli Ushul pengertian hadits adalah:
                         اقواله وافعا له وتقريراته التي تثبت الاحكا م و
       Artinya:
“Semua perkataan, perbuatan,dan taqrir nabiMuhammad SAW yang berkaitan dengan hukum syar’i dan ketetapannya”
             Pandangan yang berbeda tentang pengertian hadits menurut para ahli hadits dan ahli ushul fiqih, kemudian memunculkan perbedaan dikalangan umat dalam mengimplementasikan keteladananRasulullah SAW.

     Kedudukan dan Kehujjahan Hadits
Hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Keharusan mengikuti hadits bagi umat Islam sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Quran. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin (penjelas) terhadap Al-Quran. Dengan demikian, antara hadits dan Al-Quran memiliki kaitan sangat erat untuk memahami dan mengamalkannya, tidak dapat dipisah-pisah atau berjalan sendiri-sendiri. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan : “Al Qur’an dan As-sunnah(Hadits) merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tepat, sehingga umat Islam tidak mungkin memahami syariat islam, tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut.Mujtahid dan orang alim pun tidak diperolehkan hanya mencakupkan diri dengan salah satu dari keduanya.”
Adapun hubungan Hadits dan Al Qur’an dari segi kandungannya ialah:
Adakalahnya Hadits mengukuhkan bahwa yang telah ada dalam Al Qur’an, sehingga permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah
Contohnya: Tentang mendirikan sholat, Larangan menyekutukan Allah, dan lain- lain
Hadits memerinci dan menjelaskan hal- hal dalam Al Qur’an, atau mentakhsis hal-hal dalam Al Qur’an, seperti Hadits yang mentakhsish tentang cara mendirikan sholat.
Hadits membentuk atau menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al Qur’an.
Misalnya, Hadits tentang memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang bercakar tajam.

Banyak ayat Al Qur’an dan Al Hadits yang menjelaskan bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam selain Al Qur’an yang diikuti sebagaimana mengikuti Al Qur’an, baik dalam bentuk awamir maupun nawahinya.

Dasar-dasar tentang kedudukan haditssebagai sumber pokok ajaran Islam
Dalil Al-Quran
Banyak ayat Al Qur’an yang menerangkan kewajiban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untukdijadikan pedoman hidup. Diantaranya yaitu:
Surat Annisa ayat 136 Allah SWT berfirman :



Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat nya, Rasul-rasul-nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang ini telah sesat sejauh jauh nya ”

Dalam Surat Annisa ayat 136, Allah menyeru kaum muslimin agar tetap beriman kepada Allah, Rasul-Nya(Muhammad SAW), Al Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian diakhir ayat, Allah SWT  mengancam orang-orang yang mengingkari seruannya.
 
Surat Al Imran ayat 32 Allah SWT berfirman :

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّالْكَافِرِينَ
Artinya: Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
(Qs. Ali Imran: 32)

Surat Al Ahzab ayat 36 Allah SWT berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُم
     الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs. Al Ahzab: 36)

Surat An Nahl ayat 44 Allah SWT berfirman :

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
                                           وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan

Dalil Hadist
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidupdisamping Al Qur’an sebagai berikut :

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا اِنْ تَمَسَكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدَ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِى
Artinya :
“Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalaian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR.Muslim)


Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abi Daud, Ibnu Majah:

“Maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan geraham” (HR. Ibnu Majah Nomor 42)

Hadits diatas tersebut menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadits atau menjadikan hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al Quran.

Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Quran dan hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Ijma’ tidak dipandang sah kecuali apabila ada sandaran, sebab ijma’ bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Sandaran tersebut dapat berupa dalil qath’i yaitu Al-Quran dan hadits mutawatir, juga dapat berupa dalil zhanni yaitu hadisahad dan qiyas. Seperti dalam ayat berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Kata ulil amri yang terdapat pada ayat diatas mempunyai arti hal, keadaan, atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan agama. Ulil amri dalam urusan dunia adalah raja, kepala negara, pemimpin, atau penguasa, sedang Ulil amri dalam urusan agama adalah para mujtahid.
Sabda Rasulullah SAW:
لا تجتمع امتي علي ضلالة
“Umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan”.
 (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Apabila para mujtahid telah melakukan ijma’ dalam menentukan hukum syara’ dari suatu permasalahan hukum, maka keputusan ijma’ itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan apalagi kemaksiatan dan dusta.

Sesuai dengan Petunjuk Akal (Qiyas)
Qiyas adalah landasan berpikir menggunakan potensi akal. Kehujjahan hadis dapat diketahui melalui argumentasi rasional dan teologis sekaligus. Menurut petunjuk akal, Nabi Muhammad adalah rasul Tuhan yang telah diakui dan dibenarkan umat Islam. Di dalam menjalankan tugas agama, kadang beliau menyampaikan peraturan yang isi dan redaksinya dari Allah SWT. Dan kadang beliau menyampaikan peraturan hasil ketentuan beliau sendiri atas bimbingan dari Allah. Tidak jarang pula menyampaikan hasil ijtihad beliau sendiri yang tidak ditunjuk oleh wahyu atau dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad itu berlaku sampai ada nash yang menasakhnya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kalau hasil ijtihad beliau ditempatkan sebagai sumber hukum Islam. Kepercayaan yang telah diberikan kepada beliau sebagai utusan Allah mengharuskan umat Islam untuk menaati semua peraturan yang dibawanya.Firman Allah SWT QS Al-Ma'idah : 90.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Karena suatu illat, yaitu: memabukkan.  Maka setiap minuman keras yang terdapat pada illat memabukkan disamakan dengan khamar mengenai hukumnya dan haram meminumnya.
Istihsan atau Istihlah
Yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara konkret dalam Al-Quran dan hadist yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemaslahatan umum atau untuk kepentingan keadilan. Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya.
Surah Az Zumar ayat 18
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ
Artinya : “yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
Sabda Rasulullah SAW
فما رائ المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما راوا سيئا فهو عند الله سيئ
“Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia di sisi Allah adalah baik.” (HR. Ahmad)
Istishab
Yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut. Firman Allah surah Al An’am ayat 145 :
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya syetan mendatangi salah seorang dari kalian (dalam shalat) lalu mengatakan : Engkau telah berhadats. Engkau telah berhadats. Maka (jika demikian), janganlah ia meninggalkan shalatnya hingga ia mendengarkan suara atau mencium bau. (HR. Ahmad)

Maksud dari keduanya adalah bahwa jika seseorang ragu apakah ia sudah bersuci, maka ia tidak boleh melakukan shalat karena dalam kondisi seperti ini ia harus merujuk pada hukum asal bahwa ia belum bersuci.
Istidlal
Yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan dalam Al-Quran dan hadist dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialahhukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan hadist.
Maslahah Mursalah
Ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syara’ yang tidak diperoleh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Al ‘Urf
Ialah urusan yang disepakati segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya (adat istiadat). Dalam bahasa lain yakni arafa ya’rifu sering diartikan dengan al-ma’ruf dengan artian sesuatu yang dikenal, menurut istilah ialah segala sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia baik berupa ucapan, maupun perbuatan atau dengan tidak melakukan sesuatu apapun.
Berdasarkan ruang lingkup :
‘Urf ‘am (umum)
Kebiasaan tertentu namun pemberlakuannya secara luas di seluruh daerah.
Contoh: Dalam jual beli mobil pasti mendapat semua alat yang di gunakan  untuk memperbaiki mobil tersebut dan tanpa biaya sndiri.
Maksudnya biaya sndiri yakni tidak membeli semua peralatan yang dibutuhkan mobil saat akan di perbaiki seperti, dongkrak, kunci, tang dan lain-lain.
b. ‘Urf khosh (khusus)
      Kebiasaan yang berlaku atau terjadi didaerah dan masyarakat tertentu.
Contoh: Di sebuah daerah tertentu, ada seseorang menyuruh seorang makelaruntuk menawarkan tanahnya pada pembeli, dan ‘urf yang berlaku di daerah tersebut bahwa nanti kalau tanah laku terjual, makelar tersebut mendapatkan 2% dari harga tanah yang ditanggung berdua antara penjual dengan pembeli; maka inilah yang berlaku, tidak boleh bagi penjual maupun pembeli menolaknya kecuali kalau ada perjanjian sebelumnya.
Berdasarkan objek :
a. ‘Urf Lafdzi (ucapan)
Contoh: Ada seseorang berkata “Demi Allah, saya hari ini tidak akan makan daging.” Ternyata kemudian dia makan ikan, maka orang tersebut tidak dianggap melanggar sumpah, karena kata “daging” dalam kebiasaan masyarakat kita tidak dimaksudkan kecuali untuk daging binatang darat seperti kambing, sapi, dan lain lain.
b. ‘Urf ‘Amali (perbuatan)
Kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa, yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain.
Contoh : Dalam masyarakat tertentu ada ‘urf orang bekerja dalam sepekan mendapat libur satu hari, pada hari Jum’at. Lalu kalau seorang yang melamar pekerjaan menjadi tukang jaga toko dan kesepakatan dibayar setiap bulan sebesar Rp. 500.000, maka pekerja tersebut berhak berlibur setiap hari Jum’at dan tetap mendapatkan gaji tersebut.
Zara’i
Ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau untuk menghilangkan mudharat. Surah Al An’am ayat 108 :
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

Artinya : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”

Sabda Nabi SAW : “Ketahuilah, tanaman Allah adalah (perbuatan) maksiat yang (dilakukan) keadaan-Nya. Barangsiapa menggembalakan (ternaknya) sekitar tanaman itu, ia akan terjerumus ke dalamnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
11. Syar’u man Qablana
Adalah hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah kepada umat-umat sebelum kita yang diturunkan melalui para Nabi dan para Rasul untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat pada waktu itu. Contoh : Pada zaman Nabi Musa menggunakan cara menebus dosa (bertobat) atas kesalahan yang telah dilakukan adalah dengan bunuh diri. Setelah Islam datang, syari’at tersebut kemudian tidak berlaku lagi (mansukh) dengan turunnya surah Hud ayat 3 :
 وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ
     مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ
                                      عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat..”
12. Mazdhab Shahabi
Adalah suatu pendapat yang dikemukakan oleh seseorang sahabat berkaitan dengan hukum syara’ sesudah wafatnya Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW masih hidup, semua masalah atau peristiwa yang pemecahan hukumnya tidak terdapat dalam Al Quran diserahkan secara langsung kepada beliau. Namun, sesudah Rasulullah SAW wafat, tugas tersebut dilakukan oleh sejumlah sahabat yang mempunyai keahlian di bidang hukum Islam. Kedudukan madzhab shahabi yang berdasarkan kepada sabda dan perbuatan serta ketetapan Rasul wajib diikuti. Namun menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i : “Tidak melihat seorang pun ada yang menjadikan perkataan sahabat untuk dijadikan hujjah.”

Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran
Al Quran dan Hadits merupakan pedoman hidup yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Disamping itu keduanya juga merupakan sumber hukum dalam Islam. Al Quran sebagai hukum yang pertama dan utama yangbanyak memuat ajaran yang bersifat umum dan global.Oleh karena itu Hadits menjadi penjelas (Bayan) terhadap isi kandungan Al Quran yang masih bersifat umum. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al QuranSurah An-Nahl ayat 44 yaitu :


Artinya:
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab dan kami turunkan kepada mu Al Qur’an , agar  kemu menerangkan pada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

Allah SWT menurunkan Al Quran kepada manusia untuk difahami dan diamalkan, karena itu agar maksud tersebut terwujud maka Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk menjelaskannya melalui hadits beliau.hadits  sebagai penjelas atau bayan, Al Qur’an itu memiliki bermacam-macam fungsi.
Para ulama menjelakan tentang fungsi hadis/sunnah sebagai berikut :
Bayan Taqrir
Adalah fungsi hadits atau sunnah terhadap Al-Quran dengan menetapkan dan menguatkan atau menggaris bawahi kembali maksud redaksi wahyu (Al-Quran).Contoh :
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
“Berpuasalah kalian dengan terlihat nya (hilal) dan berbukalah (beridul fitri) dengan terlihat nya.” Maka jika (hilal) tersembunyi dari kalian, sempurnakan lah bilangan hari bulan sya’ban menjadi 30 hari. (HR.Bukhari)
Hadits ini mentaqrirkan surat Al Baqarah:185


Artinya: “Karena itu, barangsiapa diantara kalian menyaksikan (di negeri tempat tinggal nya) di bulan itu,maka hendaklah berpuasa pada bulan tersebut” (QS.Al Baqarah: 185)

Bayan Tafsir
Adalah fungsi hadits atau sunnah berkenaan dengan menjelaskan atau memberikan keterangan atau mentafsirkan redaksi Al-Quran, merinci keterangan Al-Quran yang bersifat global (umum) dan bahkan membatasi pengertian lahir dari teks Al-Quran atau mengkhususkan (takhsis) terhadap redaksi ayat yang masih bersifat umum. Seperti pada ayat-ayat mujmal, dan mutlaq.
Merinci Ayat-ayat yang Mujmal
Ayat mujmal artinya ayat yang ringkas atau singkat. Dengan kata lain, ayat-ayatnya masih bersifat global yang memerlukan mubayyin. Dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang mujmal, seperti tentang shalat, puasa, zakat, jual beli, nikah, qisas, dan hudud. Dalam ayat-ayat tersebut masih memerlukan penjelasan atau uraian lebih lanjut secara pasti misalnya mengenai bagaimana cara mengerjakannya, apa sebabnya, apa syarat-syaratnya, atau apa halangan-halangannya.
Contoh nya menjelaskan secara terperinci terhadap ayat Al Qur’an :


      “Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat”. (HR. Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bagaimana melakukan gerakan sholat secara sempurna. Sebab dalam Al Qur’an tidak menjelaskan secara rinci tentangcara melakukan gerakan shalat secara terperinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (Q.S. Al Baqarah:43)

Ayat diatas juga memberikan penjelasan dan perincian mengenai zakat secara lengkap, baik jenisnya maupun ukurannya. Sehingga menjadi pembahasan yang memiliki cakupan yang luas.

Mentaqyid Ayat-ayat yang Mutlaq
Mentaqyid yang mutlaq artinya membatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu.
Sebagai Contoh Surat Al Maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ
                                                                        حَكِيمٌ
Dalam ayat di atas Allah tidak menerangkan jumlah ukuran barang yang dicuri sehingga layak dipotong. Maka muncullah hadits nabi untuk mentaqyid ayat diatas.
لاَ تُقْطَعُ يَدُ السَارِقِ اِلَى فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَضَاعَدَا
Artinya : “Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih”. (HR. Muslim)

Tafsir Am
Sebagai penjelasan untuk mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum. Contoh nya:
 قل النبي صلى الله ءليه و سلم لاير ث المسلم الكل فر والاا لاالكا فر المسلم (ر واه البخا ري)                                                      
                “Tidaklah orang muslim mewarisi dari orang kafir, begitu juga kafir   tidak mewarasi dari orang muslim” (HR. Bukhari)
  Hadits di atas mengkhususkan keumuman QS. An nisa: 11
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

        b.Bayan al-Tasyri’
Adalah fungsi hadis atau sunnah dalam menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh Al-Quran. Dalam hal ini, Rasulullah menetapkan suatu hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul saat itu dengan sabdanya sendiri, tanpa berdasar pada ketentuan ayat-ayat Al-Quran. Banyak hadits Nabi yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya adalah hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (memadu istrinya dengan bibinya dari pihak ibu atau bapak sang istri), hukum syuf’ah, hukum merajam wanita yang masih perawan, hukum mengusap bagian atas sepatu dalam berwudhu, hukum tentang ukuran zakat fitrah, dan hukum tentang hak waris bagi anak.
Suatu contoh hadits dalam kelompok ini adalah tentang hadits zakat fitrah yang berbunyi


“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sukat(sha’)kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba laki-laki atau perempuan ”(HR.Bukhari dan Muslim)
Hadits yang termasuk bayan Tasyri’ ini wajib diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits yang lainnya.

Bayan al-Nasakh
Bayan al-Nasakh adalah penjelasan hadits yang menghapus ketentuan hukum yang terdapat didalam Al-Quran. Dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya hadits menasakh Al-Quran. Diantara para ulama baik mutaqirun mapun mutaqodimun juga terdapat berbedaan pendapat dalam mendefinisikan bayan al-nasakh ini. Berbedaan pendapat ini terjadi karena berbedaan mereka dalam memahami arti nasakh dari sudut kebahasaan menurut para ulama mutaqodimun, bayan al-nasakh adalah adanya dalil syara yang datangnya kemudian. Dari pengertian ini ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Hadits sebagai ketentuan yang datang kemudian dari pada Al-Quran dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan Al-Quran.
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadits terhadap Al-Quran juga berbeda pendapat dalam macam hadits yang dapat dipakai me-nasakh-nya.
Kelompok [1] membolehkan menaskh Al-Quran dengan segala hadits, meskipun dengan hadits ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqodimun dan Ibn Hzm serta sebagaian pengikut Zahiria. [2] membolehkan menasakh dengan syarat bahwa hadits tersebut harus mutawatir. Pendapat ini dipegang oleh mu’tazilah. [3] membolehkan menasakh dengan hadits masyhur tanpa harus dengan hadits mutawattir. Pendapat ini dipegang oleh ulama Hanafiyah.
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits:
اِنَ اللهَ قَدْ اَعْطَى كُلًّ ذِي حَقً حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثِ (رواه احمد)
Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kepada setiap orang hak nya masing-masing, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris” (HR.Ahmad dan Al Baihaqi dari Abu Umamah Al Bahali)

Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al Qur’an suratAl Baqarah:180





Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf,(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” (QS:Al Baqarah:180)

Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan surat al-Baqarah:180 diatas, di nasakh hukumnya oleh hadits yang menjelaskan bahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa fungsi hadits terhadap Al-Quran adalah :
Menetapkan dan menguatkan hukum yang ada di dalam Al-Quran
Sebuah permasalahan dapat memiliki dua sumber hukum sekaligus, yaitu Al-Quran dan Hadits. Misalnya tentang kewajiban shalat, puasa, zakat, dll.
Merinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Quran yang masih global, membatasi yang mutlaq, dan mentakhsis keumuman ayat Al-Quran.
Semua hal itu dilakukan untuk menjelaskan maksud Al-Quran atau menjelaskan apa yang dikehendaki dalam Al-Quran atau maksud yang tersembunyi dari Al-Quran. Contohnya perintah Al-Quran tentang mendirikan shalat, maka hadits disini berfungsi untuk menjelaskan secara terperinci tentang teknik pelaksanaannya. Al-Quran memerintahkan untuk mengeluarkan zakat, fungsi hadits disini juga menjelaskan berapa bagian yang dikeluarkan untuk membayar zakat.
Membuat atau menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Quran
Misalnya larangan memakan binatang buas yang bertaring dan berkuku tajam, larangan memakai pakaian sutera dan cincin emas bagi laki-laki, dsb.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hadits adalah suatu yang dikaitkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, ketetapan dan segala yang menjadi cita-citanya, baik yang berkenaan dengan hukum syar’i ataupun tidak.
Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam sesudah Al-Quran adalah sebab kedudukannya sebagai penguat dan penjelas, namun hadits juga dalam menetapkan hukum berdiri sendiri, sebab kadang-kadang membawa hukum yang tidak disebutkan didalam Al-Quran.
Fungsi hadits terhadap Al-Quran :
Menetapkan dan menguatkan hukum yang ada di dalam Al-Quran
Merinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Quran yang masih global, membatasi yang mutlaq, dan mentakhsis keumuman ayat Al-Quran.
Membuat atau menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Quran


Saran
Sebagai umat Islam, sudah selayaknya kita mematuhi perintah Allah termasuk mengamalkan apa yang Nabi Muhammad sampaikan kepada umatnya, serta meletakannya sebagai sumber hukum Islam. Dan dengan memperhatikan dalil-dalil kehujjahan serta fungsi hadits terhadap Al-Quran diatas, maka tidak ada alasan lagi untuk menyepelekan hadits yang Nabi Muhammad sampaikan kepada kita semua untuk dijadikan sumber ajaran agama Islam.
Beberapa dalil diata, baik bersifat naqli maupun aqli telah cukup mempresentasikan keberadaan hadist sebagai sumber hukum ajaran agama islam. Di samping itu, dengan melihat fungsi hadits terhadap Al-Quran, maka mustahil dalam mengerjakan syariat Islam tanpa menjadikan hadits Nabi Muhammad SAW sebagi sumber hukum ajaran agama Islam. Dan disinilah letak betapa pentingnya kedudukan Hadits Nabi SAW selain Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA

Azami,M.2004.Menguji Keaslian Hadits Hadits Hukum.(Jakarta:Pustaka Firdaus).

Nata, Abuddin.2000. Al Qur’an dan Hadits/ Dirasa Islamiah1

Huda, Saiful, S.Ag., dkk. 2008. Ulul Albab Al-Quran Hadist. (Mojokerto:Mutiara Ilmu)

Hasbi Ash Shiddieqy,Tengku Muhammad.2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra)

Idri, Prof. Dr. H. M. Ag., dkk. 2017.Studi Hadits. (Surabaya:UINSA Press)

Masyithoh, Dewi, S. Ag. M. Pd., dkk.2008. Ulul Albab (Membangun Jiwa Mulia, Mengasah Nilai Ilmiah dan Terampil) FIQIH. (Mojokerto:Mutiara Ilmu)

Al-Wahhab Khallaf, ‘Abd. 1978.‘Ilm Usul. (Kuwait:Dar al-Qalam).

No comments:

Post a Comment